A.
Pengertian
Landasan Filosofis dan Pendidikan
Landasan
merupakan suatu alas atau dasar pijakan dari suatu hal, suatu titik tumpu atau
titik tolak dari suatu hal, atau suatu fundasi tempat berdirinya suatu hal.
Berdasarkan sifat wujudnya ada dua jenis landasan, yaitu landasan yang bersifat
material (contohnya berupa landasan pacu pesawat terbang dan fundasi bangunan
gedung). landasan bersifat konseptual (contohnya antara lain berupa dasar Negara
Indonesia yaitu Pancasila dan UUD RI Tahun 1945; landasan pendidikan, dsb ).
Maka dari itu landasan pendidikan tergolong ke dalam jenis landasan yang
bersifat konseptual.
Landasan
filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan,
yang segala sesuatu untuk mencapai kebenaran atau kebijaksanaan. Landasan
filosofis adalah landasan yanng berdasarkan atau bersifat filsafat. Istilah
filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas suku kata philein/philos
yang artinya cinta dan sophos/Sophia yang artinya kebijaksanaan, hikmah, ilmu,
kebenaran. Masing-masing filosof memiliki karakteristik yang berbeda antara
yang satu dengan lainnya. Demikian pula kajian yang dijadikan obyek telaahan
akan berbeda selaras dengan cara pandang terhadap hakikat segala sesuatu.
Pendidikan adalah upaya mengembangkan
potensi-potensi manusiawi peserta didik baik bersifat fisik dan mental, agar
potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya.
Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai
masalah-masalah pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan terapan dari
filsafat, filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun
kita akan temukan berbagai alirannya.
Sekedar
tinjauan sejarah ide-ide filsafat pendidikan antara lain tersimpul di dalam
pandangan:
·
Teori (Hukum) Empirisme
Ajaran
filsafat ini terkenal sebagai teori tabula-rasa yang dipelopori oleh John
Lockke (1632-1704) mengatakan bahwa perkembangan ditentukan oleh faktor-faktor
lingkungan, terutama pendidikan. John Lockke berkesimpulan bahwa tiap individu
lahir sebagai kertas-putih dan lingkungan itulah yang menulisi putih itu. Bagi
John Lockke faktor pengalaman yang berasal dari lingkungan itulah yang
menentukan pribadi seseorang.
·
Teori (hukum) Nativisme
Ajaran
ini dapat digolongkan dengan filsafat idealisme, ajaran nativisme dapat
dianggap aliran pesimistis karena menerima kepribadian sebagaimana adanya,
tanpa kepercayaan adanya nilai-nilai pendidikan untuk merubah kepribadian.
·
Teori (hukum)
konvergensi
Bagaimanapun
kuatnya alasan kedua alliran pandangan di atas, namun keduanya kurang
realistis. Suatu kenyataan bahwa potensi hereditas yang baik saja, tanpa
pengaruh lingkungan (pendidikan) yang positif dan maksimal, tidak akan menghasilkan
kepribadian ideal tanpa potensi hereditas yang baik.
1.
Definisi
Filsafat Pendidikan
Filsafat
pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat
sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan.
Artinya, filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan
maklumat-maklumat yang diupayakan nuntuk mencapainya. Filsafat juga dapat
didefinisikan sebagai kaidah filosof dalam bidang pendidikan yang menggambarkan
aspek-aspek pelaksanaan falsafah umum dalam upaya memecahkan
persoalan-persoalan pendidikan secara praktis.
Menurut
John Dewey, filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar
yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya
perasaan (emosional) menuju tabiat manusia. Menurut Imam Barnadib filsafat
pendidikan merupakan ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Baginya filsafat pendidikan
merupakan aplikasi suatu analisis filosof terhadap pendidikan.
Jadi
kesimpulannya, bahwa filsafat pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normatif
dalam bidang pendidikan merumuskan kaidah-kaidah norma-norma dan atau ukuran
tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia dalam hidup
dan kehidupannya.
2.
Ruang
Lingkup Filsafat Pendidikan
Ruang lingkup filsafat
adalah semua lapangan pemikiran manusia yang komprehensif. Segala sesuatu yang
mungkin ada dan benar-benar ada (nyata), baik material konkret maupun
nonmaterial (abstrak). Jadi, objek filsafat itu tidak terbatas. Secara makro,
apa yang menjadi objek pemikiran filsafat, yaitu permasalahan kehidupan
manusia, alam semesta dan alam sekitarnya, juga merupakan objek pemikiran
filsapat pendidikan.
Sedangkan secara mikro,
ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi :
§ Merumuskan
secara tegas sifat hakikat pendidikan (the nature of education)
§ Merumuskan
sifat hakikat manusia, sebagai subjek dan objek pendidikan (the nature of man)
§ Merumuskan
secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan.
§ Merumuskan
secara hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, teori dan pendidikan.
§ Merumuskan
hubungan antara filsafat negara ((ideologi), filsafat pendidikan dan politik
pendidikan (sistem pendidikan)
§ Merumuskan
sistem-sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan
pendidikan.
Dari uraian di atas, diperoleh
suatu kesimpulan bahwa yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan ialah
semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami
hakikat pendidikan yang baik dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai
seperti yang di cita-citakan.
3.
Aliran-Aliran
dalam Filsafat Pendidikan
Aliran filsafat
pendidikan yang dominan di dunia ini adalah :
a. Idealisme
Idealisme
menegaskan bahwa hakekat kenyataan adalah ide sebagai gagasan kejiwaan. Ide
sebagai gagasan kejiwaan itulah sebagai kebenaran atau nilai sejati yang
absolut dan abadi.
b. Realisme
Realisme
berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah gambaran yang baik dan benar.
c. Perenialiasme
dan Esensialisme
Yakni
keduanya membela kurikulum tradisional yang berpusat pada mata pelajaran yang
pokok-pokok (subject centered), perbedaannya ialah perenialisme menekankan
keabadian teori kehikmatan yaitu pengetahuan yang benar (truth), keindahan
(beauty), kecintaan kepada kebaikan (goodness).
Prinsip
pendidikan antara lain :
·
Konsep pendidikan itu
bersifat abadi karena hakekat manusia tidak pernah berubah.
·
Inti pendidikan
haruslah mengembangkan kekhusuan maklum manusia yang unik, yaitu kemampuan
berpikir.
·
Tujuan belajar adalah
mengenai kebenaran abadi dan universal
·
Pendidikan merupakan
persiapan bagi kehidupan sebenarnya
·
Kebenaran abadi itu
diajarkan melalui pelajaran-pelajaran dasar (basic subject).
d. Pragmatisme
dan progresifme
Pragmatisme
adalah aliran filsafat yang memandang segala sesuatu dari nilai kegunaan
praktis, di bidang pendidikan, aliran ini melahirkan progresivisme yang
menentang pendidikan tradisional.
e. Rekonstruksinisme
Rekonstruksinisme
adalah mazhab filsafat pendidikan yang menempatkan sekolah atau lembaga
pendidikan sebagai pelopor perubahan masyarakat.
4.
Hubungan
Filsafat dengan Filsafat Pendidikan
Pandangan
filsafat pendidikan sama perananya dengan landasan filosofis yang menjiwai
seluruh kebijaksaan pendidikan. Antara filsafat dan pendidikan terdapat kaitan
yang sangat erat. Filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan
masyarakat. Sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra tersebut. Formula
tentang hakekat dan martabat manusia serta masyarakat terutama di indonesia
dilandasi oleh filsafat yang dianut bangsa indonesia dilandasi oleh filsafat
yang diatur bangsa indonesia yaitu Pancasila. Pancasila merupakan sumber dari
segala gagasan mengenai wujud manusia dan masyarakat yang dianggap baik, sumber dari agama yang menjadi muara dari
setiap keputusan dan tindakan dalam pendidikan dan pembelajaran.
Hubungan
filsafat dengan filsafat pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut:
I.
Filsafat mempunyai
objek lebih luas sifatnya universal. Sedangkan filsafat pendidikan objeknyaa
terbatas dalam dunia filsafat pendidikan saja,
II.
Filsafat hendak
memberikan pengetahuan pendidikan atau pemahaman yang lebih mendalam dan
menunjukkan sebab-sebab, tetapi yang tak begitu mendalam,
III.
Filsafat memberikan
sintesis kepada filsafat pendidikan yang khusus, mempersatukan dan
mengkoordinasikannya,
IV.
Lapangan filsaat
mungkin sama dengan lapangan filsafat pendidikan tetapi sudut pandangannya
berlainan.
Dalam
menerapkan filsafat pendidikan seorang guru sebagai pendidik dia mengharapkan
dan mempunyai hak bahwa ahli-ahli filsafat pendidikan menunjukkan dirinya pada
masalah pendidikan pada umumnya serta bagaimana masalah itu yang menganggu di
sekoalah yang menyangkut masalah perumusan tujuan, kurikulum,organisasi sekolah
dan sebagainya. Dan para pendidik mengharapkan dari ahli filsafat pendidikan
suatu klasifikasi dari uraian lebih lanjut dari konsep, argumen, dirinya
literatur pendidikan terutama dalam kontroversi pendidikan, sistem-sistem
kompetensi minimal dan kesamaan kesepakatan pendidikan.
Brubacher
(1950) mengemukakan tentang hubungan antara filsafat dengan filsafat
pendidikan, dalam hal ini pendidikan: bahwa filsafat tidak hanya melahirkan
sains atau pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan.
Filsafat merupakan kegiatan berpikir manusia yang berusaha untuk mencapai
kebijaksaan dan kearifan. Sedangkan filsafat pendidikan merupakan ilmu yang
pada hakikatnya jawab dari
pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam lapangan pendidikan. Oleh karena
bersifat filosofis, dengan sendirinya filsafat pendidikan ini hakikatnya adalah
penerapan lapangan pendidikan.
B.
Pengertian
Landasan Psikologi dalam pendidikan
Pengertian
psikologi, menurut asal katanya psikologi
berasal dari bahasa Yunani yaitu Psyche dan Logos. Psyche berarti jiwa, sukma dan roh, sedangkan logos berarti ilmu pengetahuan
atau studi. Jadi pengertian psikologi secara harfiah adalah ilmu tentang
jiwa. Dengan pesatnya perkembangan teknologi dari ilmu pengetahuan, maka
perubahan-perubahan pesat terjadi pula dalam bidang pendidikan. Kurikulum yang
sering direvisi dalam pengembangannya, tujuan pendidikan sering mengalami
perubahan dalam perumusannya, metode belajar mengajar sering mengalami
perubahan dan pengembangan, dan sumber serta fasilitas belajar sering mengalami
penambahan.
Dari
uraian diatas dapat kita ambil makna bahwa perkembangan teknologi pada ilmu
pengetahuan dapat membuat perubahan-perubahan dalam dunia pendidikan , baik
pada revisi dan pengembangan kurikulum, metode, rumusan , serta sumber dan fasilitas
belajar dapat memancing berbagai macam tanggapan apakah semua hal itu dapat
mengganggu pelaksanaan aktivitas belajar sehingga akan mengabaikan nilai-nilai
kemanusiaan peserta didik, dan akhirnya timbul kekhawatiran akan diabaikannya
psikologi dalam pendidikan.
Untuk
mengatasi kekhawatiran tersebut , maka diharapkan peserta didik dapat mempunyai
tingkat keaktifan yang tinggi, baik itu secara fisiologis maupun psikologis.
Dengan demikian psikologi tetap akan memperoleh tempat dalam dunia pendidikan.
Berbicara
mengenai situasi pengajaran di Indonesia, kita tidak menutupi kenyataan bahwa
sekolah-sekolah saat ini masih mengutamakan penguasaan mata pelajaran.
Akibatnya guru dan murid masih dibatasi kebijakan dan pengawasan dari pihak
pemerintah, sehingga keberhasilan pendidikan tidak pernah lepas dari
keterampilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Pendidikan kita pada
saat ini belum banyak memperhatikan minat dan kebutuhan peserta didik,
melainkan pendidikan masih digumuli dengan masalah-masalah kompetensi lembaga
pendidikan dengan pemenuhan kebutuhan dunia kerja akan tenaga kerja
Dengan
demikian sudah saatnya sekarang pendidikan kita untuk melayani kebutuhan dan
hakikat psikologis peserta didik. Pemahaman pada peserta didik yang berkaitan
dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh
karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologi sangat diperlukan penerapannya
dalam bidang pendidikan.Untuk itu psikologi menyediakan sejumlah informasi
tentang kehidupan pribadi manusia pada umumnya serta berkaitan dengan aspek
pribadi.
Individu
memiliki bakat, kemampuan, minat, kekuatan serta tempo, dan irama
perkembangannya yang berbeda satu dengan yang lain. Sebagai implikasinya
pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta didik,
sekalipun mereka mungkin memiliki beberapa persamaan. Penyusunan kurikulum
perlu berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan
djadikan garis-garis besar program pengajaran serta tingkat keterincian bahan
belajar yang digariskan.
Landasan
Psikologi pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang
membahas berbagai informasi tentang
kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan
aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk
mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang
bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan. Kajian psikologi yang erat
hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir,
dan belajar ( Tirtaraharja, 2005: 106 ).
1.
Landasan
Psikologi dalam Pendidikan
Landasan psikologi pendidikan merupakan
salah satu landasan yang penting dalam pelaksanaan pendidikan karena
keberhasilan pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi oleh
pemahamannya tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus mengetahui
apa yang harus dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan
yang berbeda dari bayi hingga dewasa.
Keadaan anak yang tadinya belum dewasa
hingga menjadi dewasa berarti mengalami perubahan,karena dibimbing, dan
kegiatan bimbingan merupakan usaha atau kegiatan berinteraksi antara
pendidik,anak didik dan lingkungan. Perubahan tersebut adalah merupakan gejala
yang timbul secara psikologis. Di dalam hubungan inilah kiranya pendidik harus
mampu memahami perubahan yang terjadi pada diri individu, baik perkembangan
maupun pertumbuhannya. Atas dasar itu pula pendidik perlu memahami landasan
pendidikan dari sudut psikologis.
Dengan demikian, psikologi adalah salah
satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi dengan pendidikan
merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek
pendidikan adalah manusia, sedangkan psikologi menelaah gejala-gejala
psikologis dari manusia. Dengan demikian keduanya menjadi satu kesatuan yang
tidak terpisahkan.
Dalam proses dan pelaksanaan
kegiatan-kegiatan pendidikan peranan psikologi menjadi sangat mutlak. Analisis
psikologi akan membantu para pendidik memahami struktur psikologis anak didik
dan kegiatan-kegiatannya, sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan
pendidikan secara efektif.
Lumsdaine (dalam Miarso, 2009: 111)
berpendapat bahwa ilmu perilaku, khususnya teori belajar, merupakan ilmu yang
utama untuk mengembangkan teknologi pembelajaran. Bahkan Deterline (dalam
Miarso, 2009: 111) menyatakan bahwa teknologi pembelajaran merupakan aplikasi
teknologi perilaku yaitu untuk menghasilkan perilaku tertentu secara sistematik
guna keperluan pembelajaran.
Tujuan perilaku perlu ditetapkan
terlebih dahulu sebelum mengembangkan pembelajaran agar dapat dijadikan bukti
bahwa seseorang telah belajar. Tujuan perilaku ini merupakan ciri yang harus
ada dalam setiap model pengembangan pembelajaran yang merupakan salah satu
bentuk konsepsi teknologi pendidikan.
Pada akhir abad ke-19 ada dua aliran
psikologi belajaryang sangat menonjol, yakni aliran behavioristik dan aliran
kognitif atau teori komprehensif. Kedua aliran tersebut besar sekali
pengaruhnya terhadap teori pengajaran. Bahkan bias dikatakan hampir semua pengajaran
yang dilaksanakan saat ini dihasilkan dari kedua aliran psikologi belajar
tersebut (Sudjana, 2008: 36)
Ada
tiga teori belajar aliran behavioristik yang paling terkenal yaitu :
a. Teori
koneksionisme dari Thorndike,
Thorndike pada tahun
1901 dengan teori psikologi perkembangannya merupakan landasan pertama ke arah
teknologi pembelajaran yang menyatakan tiga dalil utama :
·
Dalil latihan dan
ulangan: makin sering diulang respons yang berasal dari stimulus tertentu,
makin besar kemungkinan dicamkan.
·
Dalil akibat:
menyatakan prinsip hubungan senang tidak senang. Respons akan diperkuat
bilamana diikuti oleh rasa senang, dan akan diperlemah bila diikuti rasa tidak
senang.
·
Dalil kesiapan: karena
perkembangan sistem syaraf maka unit perilaku tertentu akan lebih mudah
dilakukan, dibandingkan dengan unit perilaku lain.
Menurut
Saettler, kontribusi Thorndike dalam teknologi pembelajaran adalah dengan
rumusannya tentang pinsip-prinsip:
§ Aktivitas
diri,
§ Minat
atau motivasi,
§ Kesiapan
mental,
§ Individualisasi,
§ Sosialisasi.
Prinsip
yang dikemukakan oleh Thorndike ini memang masih banyak dianut hingga kini,
terutama dalam menentukan strategi belajar dan merancang produk pembelajaran.
b. Teori
kondisioning klasikal (Ivan Pavlov)
Teori kondisioning
klasikal berpendapat bahwa tingkah laku dibentuk melalui pengaturan dan
manipulasi stimulus dalam lingkungan. Proses pembentukan tingkah laku tersebut
disebut proses pengkondisian. Dalam teori kondisioning klasikal, memberikan
pancingan dan dorongan stimulus belajar merupakan factor penting agar dapat
menimbulkan respons sehingga terjadi proses perubahan tingkah laku.
c. Teori
kondisioning operan (B. F. Skinner)
Seperti halnya kelompok
penganut psikologi modern, Skinner mengadakan pendekatan behavioristik untuk
menerangkan tingkah laku. B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai
tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa
perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat
mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang
bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya
jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik. Gaya mengajar guru dilakukan
dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan
dan latihan.
2.
Implikasi
Landasan Psikologi dalam Pendidikan
2.1.Definisi
dan prinsip perkembangan
Perkembangan
adalah proses terjadinya perubahan pada manusia baik secara fisik maupun secara
mental sejak berada di dalam kandungan
sampai manusia tersebut meninggal. Proses perkembangan pada manusia
terjadi dikarenakan manusia mengalami kematangan dan proses belajar dari waktu
ke waktu.
Kematangan
adalah perubahan yang terjadi pada individu dikarenakan adanya pertumbuhan
fisik dan biologis, misalnya seorang anak yang beranjak dewasa akan mengalami
perubahan fisik dan mentalnya.
Sedangkan
belajar adalah proses yang berkesinambungan
dari sebuah pengalaman yang akan membuat
individu berubah dari tidak tahu menjadi tahu ( kognitif ), dari tidak
mau menjadi mau ( afektif ) dan dari tidak bisa menjadi bisa ( psikomotorik ),
misalnya seorang anak yang belajar mengendarai sepeda akan terlebih dahulu
diberi pengarahan oleh orang tuanya lalu anak tersebut mencoba untuk mengendarai sepeda hingga menjadi bisa.
Proses
kematangan dan belajar akan sangat menentukan kesiapan belajar pada seseorang,
misalnya seseorang yang proses kematangan dan belajarnya baik akan memiliki
kesiapan belajar yang jauh lebih baik dengan seseorang yang proses kematangan
dan belajarnya buruk.
Manusia
dalam perkembangannya mengalami perubahan dalam berbagai aspek yang ada pada
manusia dan aspek-aspek tersebut saling berhubungan dan berkaitan. Aspek-aspek
dalam perkembangan tersebut diantaranya adalah aspek fisik, mental, emosional,
dan sosial.
Semua
manusia pasti akan mengalami perkembangan dengan tingkat perkembangan yang
berbeda, ada yang berkembang dengan cepat dan ada pula yang berkembang dengan
lambat. Namun demikian dalam proses perkembangan terdapat nilai-nilai universal
yang dimiliki oleh semua orang yaitu prinsip perkembangan .
Prinsip perkembangan
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
ü Perkembangan terjadi terus menerus hingga manusia
meninggal dunia,
ü Kecepatan perkembangan setiap individu berbeda-beda
ü Semua
aspek perkembangan saling berkaitan dan berhubungan satu sama lainnya
ü Arah
perkembangan individu dapat diprediksi
ü Perkembangan
terjadi secara bertahap dan tiap tahapan mempunyai karakteristik tertentu.
2.2.Pengaruh
Hereditas dan Lingkungan Terhadap Perkembangan Individu
a. Nativisme
Teori nativisme adalah
teori yang berasumsi bahwa setiap individu dilahirkan kedunia dengan membawa faktor-faktor turunan dari
orang tuanya dan faktor tersebut yang menjadi faktor penentu perkembangan
individu.
Tokoh
teori ini adalah Schoupenhauer dan Arnold Gessel, implikasi teori nativisme
terhadap pendidikan yaitu kurang memberikan kemungkinan bagi pendidik untuk
mengubah kepribadian peserta didik.
b. Empiris
Teori empiris adalah
teori yang berasumsi bahwa setiap individu yang terlahir ke dunia adalah dalam
kaeadaan bersih sedangkan faktor penentu perkembangan individu tersebut adalah
lingkungan dan pengalaman.
Tokoh teori ini adalah
John Lock dan J.B. Watson
“ Implikasinya teori
empirisme terhadap pendidikan yaitu dapat memberikan kemungkinan sepenuhnya
bagi pendidik untuk dapat membentuk kepribadian peserta didi”.
c. Konvergensi
Teori konvergensi
adalah teori yang berasumsi bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor
keturunan dan faktor lingkungan serta pengalaman, atau dengan kata lain teori ini
adalah gabungan dari teori empiris dan teori konvergensi.
Tokoh teori ini adalah
Wiliam Stern dan Robert J Havighurst.
“ Implikasi teori
konvergensi terhadap pendidikan yaitu dapat memberikan kemungkinan kepada
pendidik untuk membentuk kepribadian individu sesuai yang diharapkan akan
tetapi tetapa memperhatikan faktor-faktor hereditas yang ada pada individu”.
2.3.Tahapan
dan Tugas Perkembangan Serta Implikasinya Terhadap Perlakuan Pendidik
Asumsi
bahwa anak adalah orang dewasa dalam skala kecil ( anak adalah orang dewasa
mini ) telah ditinggalkan orang sejak lama, sebagaimana kita maklumi bahwa masa
anak-anak adalah suatu tahap yang berbeda dengan orang dewasa. Anak menjadi
dewasa melalui suatu proses pertumbuhan bertahap mengenai keadaan fisik,
social, emosional, moral dan mentalnya. Seraya mereka berkembang, mereka
mempunyai cara-cara memahami bereaksi, dan mempresepsi yang sesuai dengan
usianya. Inilah yang oleh ahli psikologi disebut tahap perkembangan.
Robert
teori-perkembangan-kognitif-piaget membagi perkembangan individu menjadi 4
tahap, yaitu masa bayi dan masa kanak-kanak
kecil ( 0-6 tahun ), masa kanak-kanak ( 6-12 tahun ), masa remaja atau
adolesen ( 12-18 tahun ), dan masa dewasa ( 18- …tahun ), selain itu havighurst
mendeskripsikan tugas-tugas perkembangan ( development task ) yang harus
diselesaikan pada setiap tahap perkembangan sebagai berikut :
1. Tugas
perkembangan Masa Bayi dan Kanak-kanak kecil ( 0-6 tahun )
Belajar berjalan,
Belajar makan makanan yang padat, Belajar berbicara/berkata-kata, Belajar
mengontrol pembuangan kotoran tubuh, Belajar tentang perbedaan kelamin dan
kesopanan / kelakuan yang sesuai dengan jenis kelaminnya, Mencapai stabilitas
fisiologis / jasmaniah, Pembentukan konsep sederhana tentang kenyataan social
dan kenyataan fisik, Belajar berhubungan diri secara emosional dengan orang tua
saudara dan orang lain, Belajar membedakan yang benar dan yang salah dan
pengembangan kesadaran diri / kata hati
2. Tugas
perkembangan masa kanak-kanak ( 6-12 tahun ):
Belajar keterampilan
fisik yang perlu untuk permainan sehari-hari, Pembentukan kesatuan sikap
terhadap dirinya sebagai suatu organism yang tumbuh, Belajar bermain dengan
teman-teman lainnya, Belajar memahami peranan-peranan kepriaan dan kewanitaan,
Pengembangan kemahiran dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung,
Pengembangan konsep-konsep yang perlu untuk kehidupan sehari-hari, Pengembangan
kesadaran diri moralitas, dan suatu skala nilai-nilai, Pengembangan kebebasan
pribadi, Pengembangan sikap-sikap terhadap kelompok social dan lembaga.
3. Tugas
perkembangan masa Remaja / Adolesen ( 12-18 ):
§ Mencapai
peranan social dan hubungan yang lebih matang sebagai laki-laki /
perempuan serta kebebasan emosional
orang tua.
§ Memperoleh
jaminan kebebasan ekonomi dengan memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu
pekerjaan,
§ Mempersiapkan
diri untuk keluarga,
§ Mengembangkan
kecakapan intelektual serta tingkah laku yang bertanggung jawab dalam
masyarakat
4. Tugas
perkembangan pada masa Dewasa ( 18 – ….)
a. Masa
dewasa awal : Memilih pasangan hidup dan belajar hidup bersama. Memulai
berkeluarga. Mulai menduduki suatu jabatan / pekerjaan.
b. Masa
dewasa tengah umur : Mencapai tanggung jawab social dan warga Negara yang
dewasa. Membantu anak belasan tahun menjadi dewasa. Menghubungkan diri sendiri
kepada suami/isteri sebagai suatu pribadi,. Menyesuaikan diri kepada orang tua
yang semakin tua.
5. Tugas
perkembangan Usia Lanjut :
Menyesuaikan diri pada
kekuatan dan kesehatan jasmani. Menyesuaikan diri pada saat pension dan
pendapatan yang semakin berkurang. Menyesuaikan diri terhadap kematian,
terutama banyak beribadah.
Dari
uraian di atas, seorang pendidik dalam proses pebelajarannya harus
memperhatikan tugas perkembangan pada setiap masa perkembangan anak. Dimulai
dari perencanaan pembalajaran yang akan dilaksanakan sampai dengan penilaian
akhir serta evaluasi pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari pemahaman akan
tugas perkembangan peserta didik pada setiap masa perkembangannya.
2.4.Implikasi
Perkembangan Individu terhadap perlakuan Pendidik ( Orang Dewasa ) yang diharapkan.
Sebagaimana
dikemukakan Yelon dan Weinstei teori-perkembangan-kognitif-piaget. Implikasi
perkembangan individu terhadap perlakuan pendidik ( orang dewasa ) yang
diharapkan dalam rangka membantu menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya
adalah sebagai berikut :
1. Perlakuan
pendidik ( orang dewasa ) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada
masa kanak-kanak kecil :
Menyelenggarakan
disiplin secara lemah lembut secara
konsisten. Menjaga keselamatan tanpa perlindungan yang berlebihan. Bercakap-cakap
dan memberikan respon terhadap perkataan peserta didik. Memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk aktif dan bereksplorasi. Menghargai hal-hal yang
dapat dikerjakan peserta didik.
2. Perlakuan
pendidik ( orang dewasa ) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada
masa prasekolah :
Memberikan tanggung
jawab dan kebebasan kepada peserta didik secara berangsur-angsur dan terus
menerus. Latihan harus ditekankan pada koordinasi: kecepatan, mengarahkan
keseimbangan. Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peserta didik.
Menyediakan benda-benda untuk diekplorasi. Memberikan kesempatan untuk
berinteraksi ssosial dan kerja kelompok kecil. Menggunakan program aktif,
seperti ; bernyanyi dengan bergerak. Memperbanyak aktivitas berbahasa seperti
bercerita, mengklasifikasikan, diskusi masalah, dan membuat aturan-aturan.
3. Perlakuan
pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada
masa kanak-kanak :
Menerima
kebutuhan-kebutuhan akan kebebasan anak; dan menambah tanggung jawab anak.
Mendorong pertemanan dengan menggunakan projek-projek dan permainan kelompok.
Membangkitkan rasa ingin tahu. Secara konsisten mengupayakan disiplin yang
tegas dan dapat dipahami. Menghadapkan anak pada gagasan-gagasan dan
pandangan-pandangana baru. Bersaama-sama menciptakan aturan dan kejujuran.
Memberikan contoh model hubungan social terbuka terhadap kritik.
4. Perlakuan
pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada
masa remaja awal :
Memberikan kesempatan
berolahraga secara tim dan perorangan, tetapi tidak mengutamakan tenaga fisik
yang besar. Menerima makin dewasanya peserta didik. Memberikan tanggung jawab
secara berangsur-angsur. Mendorong kebebasan dan tanggung jawab.
5. Perlakuan
pendidik ( orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada
masa remaja akhir :
Menghargai
pandangan-pandangan pessrta didik. Menerima kematangan peserta didik.
Memberikan kesempatan luas kepada peserta didik untuk berolahraga dan bekerja
secara cermat. Memberikan kesempatan yang luas untuk pendidikan karir.
Menggunakan kerjasama kelompok untuk memecahkan masalah. Bekreasi bersama dan
bersa-sama menegakan berbagai aturan.
Mata Kuliah : Pembelajaran PKN di SD
Dosen : Dirgantara Wicaksono
bgus jga untuk di pelajari
BalasHapusbgus jga untuk di pelajari
BalasHapus