Menu Bar

Rabu, 17 Juni 2015

Landasan Filosofi Pendidikan Dan Landasan Psikologi Pendidikan

A.    Pengertian Landasan Filosofis dan Pendidikan
Landasan merupakan suatu alas atau dasar pijakan dari suatu hal, suatu titik tumpu atau titik tolak dari suatu hal, atau suatu fundasi tempat berdirinya suatu hal. Berdasarkan sifat wujudnya ada dua jenis landasan, yaitu landasan yang bersifat material (contohnya berupa landasan pacu pesawat terbang dan fundasi bangunan gedung). landasan bersifat konseptual (contohnya antara lain berupa dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila dan UUD RI Tahun 1945; landasan pendidikan, dsb ). Maka dari itu landasan pendidikan tergolong ke dalam jenis landasan yang bersifat konseptual.
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang segala sesuatu untuk mencapai kebenaran atau kebijaksanaan. Landasan filosofis adalah landasan yanng berdasarkan atau bersifat filsafat. Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas suku kata philein/philos yang artinya cinta dan sophos/Sophia yang artinya kebijaksanaan, hikmah, ilmu, kebenaran. Masing-masing filosof memiliki karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan lainnya. Demikian pula kajian yang dijadikan obyek telaahan akan berbeda selaras dengan cara pandang terhadap hakikat segala sesuatu.
       Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik bersifat fisik dan mental, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai alirannya.
Sekedar tinjauan sejarah ide-ide filsafat pendidikan antara lain tersimpul di dalam pandangan:
         ·            Teori (Hukum) Empirisme
Ajaran filsafat ini terkenal sebagai teori tabula-rasa yang dipelopori oleh John Lockke (1632-1704) mengatakan bahwa perkembangan ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan, terutama pendidikan. John Lockke berkesimpulan bahwa tiap individu lahir sebagai kertas-putih dan lingkungan itulah yang menulisi putih itu. Bagi John Lockke faktor pengalaman yang berasal dari lingkungan itulah yang menentukan pribadi seseorang.
         ·            Teori (hukum) Nativisme
Ajaran ini dapat digolongkan dengan filsafat idealisme, ajaran nativisme dapat dianggap aliran pesimistis karena menerima kepribadian sebagaimana adanya, tanpa kepercayaan adanya nilai-nilai pendidikan untuk merubah kepribadian.
         ·            Teori (hukum) konvergensi
Bagaimanapun kuatnya alasan kedua alliran pandangan di atas, namun keduanya kurang realistis. Suatu kenyataan bahwa potensi hereditas yang baik saja, tanpa pengaruh lingkungan (pendidikan) yang positif dan maksimal, tidak akan menghasilkan kepribadian ideal tanpa potensi hereditas yang baik.

1.      Definisi Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Artinya, filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan nuntuk mencapainya. Filsafat juga dapat didefinisikan sebagai kaidah filosof dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan falsafah umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis.
Menurut John Dewey, filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional) menuju tabiat manusia. Menurut Imam Barnadib filsafat pendidikan merupakan ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Baginya filsafat pendidikan merupakan aplikasi suatu analisis filosof terhadap pendidikan.
Jadi kesimpulannya, bahwa filsafat pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan merumuskan kaidah-kaidah norma-norma dan atau ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia dalam hidup dan kehidupannya.

2.      Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
Ruang lingkup filsafat adalah semua lapangan pemikiran manusia yang komprehensif. Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar-benar ada (nyata), baik material konkret maupun nonmaterial (abstrak). Jadi, objek filsafat itu tidak terbatas. Secara makro, apa yang menjadi objek pemikiran filsafat, yaitu permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan alam sekitarnya, juga merupakan objek pemikiran filsapat pendidikan.
Sedangkan secara mikro, ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi :
§  Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (the nature of education)
§  Merumuskan sifat hakikat manusia, sebagai subjek dan objek pendidikan (the nature of man)
§  Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan.
§  Merumuskan secara hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, teori dan pendidikan.
§  Merumuskan hubungan antara filsafat negara ((ideologi), filsafat pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidikan)
§  Merumuskan sistem-sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.
Dari uraian di atas, diperoleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan yang baik dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang di cita-citakan.

3.      Aliran-Aliran dalam Filsafat Pendidikan
Aliran filsafat pendidikan yang dominan di dunia ini adalah :
a.       Idealisme
Idealisme menegaskan bahwa hakekat kenyataan adalah ide sebagai gagasan kejiwaan. Ide sebagai gagasan kejiwaan itulah sebagai kebenaran atau nilai sejati yang absolut dan abadi.
b.      Realisme
Realisme berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah gambaran yang baik dan benar.
c.       Perenialiasme dan Esensialisme
Yakni keduanya membela kurikulum tradisional yang berpusat pada mata pelajaran yang pokok-pokok (subject centered), perbedaannya ialah perenialisme menekankan keabadian teori kehikmatan yaitu pengetahuan yang benar (truth), keindahan (beauty), kecintaan kepada kebaikan (goodness).
Prinsip pendidikan antara lain :
         ·            Konsep pendidikan itu bersifat abadi karena hakekat manusia tidak pernah berubah.
         ·            Inti pendidikan haruslah mengembangkan kekhusuan maklum manusia yang unik, yaitu kemampuan berpikir.
         ·            Tujuan belajar adalah mengenai kebenaran abadi dan universal
         ·            Pendidikan merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya
         ·            Kebenaran abadi itu diajarkan melalui pelajaran-pelajaran dasar (basic subject).
d.      Pragmatisme dan progresifme
Pragmatisme adalah aliran filsafat yang memandang segala sesuatu dari nilai kegunaan praktis, di bidang pendidikan, aliran ini melahirkan progresivisme yang menentang pendidikan tradisional.
e.       Rekonstruksinisme
Rekonstruksinisme adalah mazhab filsafat pendidikan yang menempatkan sekolah atau lembaga pendidikan sebagai pelopor perubahan masyarakat.

4.      Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan
Pandangan filsafat pendidikan sama perananya dengan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksaan pendidikan. Antara filsafat dan pendidikan terdapat kaitan yang sangat erat. Filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarakat. Sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra tersebut. Formula tentang hakekat dan martabat manusia serta masyarakat terutama di indonesia dilandasi oleh filsafat yang dianut bangsa indonesia dilandasi oleh filsafat yang diatur bangsa indonesia yaitu Pancasila. Pancasila merupakan sumber dari segala gagasan mengenai wujud manusia dan masyarakat yang dianggap baik,  sumber dari agama yang menjadi muara dari setiap keputusan dan tindakan dalam pendidikan dan pembelajaran.
Hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut:
                 I.            Filsafat mempunyai objek lebih luas sifatnya universal. Sedangkan filsafat pendidikan objeknyaa terbatas dalam dunia filsafat pendidikan saja,
              II.            Filsafat hendak memberikan pengetahuan pendidikan atau pemahaman yang lebih mendalam dan menunjukkan sebab-sebab, tetapi yang tak begitu mendalam,
           III.            Filsafat memberikan sintesis kepada filsafat pendidikan yang khusus, mempersatukan dan mengkoordinasikannya,
           IV.            Lapangan filsaat mungkin sama dengan lapangan filsafat pendidikan tetapi sudut pandangannya berlainan.
Dalam menerapkan filsafat pendidikan seorang guru sebagai pendidik dia mengharapkan dan mempunyai hak bahwa ahli-ahli filsafat pendidikan menunjukkan dirinya pada masalah pendidikan pada umumnya serta bagaimana masalah itu yang menganggu di sekoalah yang menyangkut masalah perumusan tujuan, kurikulum,organisasi sekolah dan sebagainya. Dan para pendidik mengharapkan dari ahli filsafat pendidikan suatu klasifikasi dari uraian lebih lanjut dari konsep, argumen, dirinya literatur pendidikan terutama dalam kontroversi pendidikan, sistem-sistem kompetensi minimal dan kesamaan kesepakatan pendidikan.
Brubacher (1950) mengemukakan tentang hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan, dalam hal ini pendidikan: bahwa filsafat tidak hanya melahirkan sains atau pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan. Filsafat merupakan kegiatan berpikir manusia yang berusaha untuk mencapai kebijaksaan dan kearifan. Sedangkan filsafat pendidikan merupakan ilmu yang pada hakikatnya  jawab dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam lapangan pendidikan. Oleh karena bersifat filosofis, dengan sendirinya filsafat pendidikan ini hakikatnya adalah penerapan lapangan pendidikan.

B.     Pengertian Landasan Psikologi dalam pendidikan
Pengertian psikologi, menurut asal  katanya  psikologi  berasal dari bahasa Yunani yaitu Psyche dan Logos. Psyche berarti jiwa, sukma dan roh, sedangkan logos berarti ilmu pengetahuan  atau studi. Jadi pengertian psikologi secara harfiah adalah ilmu tentang jiwa. Dengan pesatnya perkembangan teknologi dari ilmu pengetahuan, maka perubahan-perubahan pesat terjadi pula dalam bidang pendidikan. Kurikulum yang sering direvisi dalam pengembangannya, tujuan pendidikan sering mengalami perubahan dalam perumusannya, metode belajar mengajar sering mengalami perubahan dan pengembangan, dan sumber serta fasilitas belajar sering mengalami penambahan.
Dari uraian diatas dapat kita ambil makna bahwa perkembangan teknologi pada ilmu pengetahuan dapat membuat perubahan-perubahan dalam dunia pendidikan , baik pada revisi dan pengembangan kurikulum, metode, rumusan , serta sumber dan fasilitas belajar dapat memancing berbagai macam tanggapan apakah semua hal itu dapat mengganggu pelaksanaan aktivitas belajar sehingga akan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan peserta didik, dan akhirnya timbul kekhawatiran akan diabaikannya psikologi dalam pendidikan.
Untuk mengatasi kekhawatiran tersebut , maka diharapkan peserta didik dapat mempunyai tingkat keaktifan yang tinggi, baik itu secara fisiologis maupun psikologis. Dengan demikian psikologi tetap akan memperoleh tempat dalam dunia pendidikan.
Berbicara mengenai situasi pengajaran di Indonesia, kita tidak menutupi kenyataan bahwa sekolah-sekolah saat ini masih mengutamakan penguasaan mata pelajaran. Akibatnya guru dan murid masih dibatasi kebijakan dan pengawasan dari pihak pemerintah, sehingga keberhasilan pendidikan tidak pernah lepas dari keterampilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Pendidikan kita pada saat ini belum banyak memperhatikan minat dan kebutuhan peserta didik, melainkan pendidikan masih digumuli dengan masalah-masalah kompetensi lembaga pendidikan dengan pemenuhan kebutuhan dunia kerja akan tenaga kerja
Dengan demikian sudah saatnya sekarang pendidikan kita untuk melayani kebutuhan dan hakikat psikologis peserta didik. Pemahaman pada peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologi sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan.Untuk itu psikologi menyediakan sejumlah informasi tentang kehidupan pribadi manusia pada umumnya serta berkaitan dengan aspek pribadi.
Individu memiliki bakat, kemampuan, minat, kekuatan serta tempo, dan irama perkembangannya yang berbeda satu dengan yang lain. Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta didik, sekalipun mereka mungkin memiliki beberapa persamaan. Penyusunan kurikulum perlu berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan djadikan garis-garis besar program pengajaran serta tingkat keterincian bahan belajar yang digariskan.
Landasan Psikologi pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang  kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan. Kajian psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar ( Tirtaraharja, 2005: 106 ).

1.      Landasan Psikologi dalam Pendidikan
Landasan psikologi pendidikan merupakan salah satu landasan yang penting dalam pelaksanaan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi oleh pemahamannya tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus mengetahui apa yang harus dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan yang berbeda dari bayi hingga dewasa.
Keadaan anak yang tadinya belum dewasa hingga menjadi dewasa berarti mengalami perubahan,karena dibimbing, dan kegiatan bimbingan merupakan usaha atau kegiatan berinteraksi antara pendidik,anak didik dan lingkungan. Perubahan tersebut adalah merupakan gejala yang timbul secara psikologis. Di dalam hubungan inilah kiranya pendidik harus mampu memahami perubahan yang terjadi pada diri individu, baik perkembangan maupun pertumbuhannya. Atas dasar itu pula pendidik perlu memahami landasan pendidikan dari sudut psikologis.
Dengan demikian, psikologi adalah salah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek pendidikan adalah manusia, sedangkan psikologi menelaah gejala-gejala psikologis dari manusia. Dengan demikian keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Dalam proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan peranan psikologi menjadi sangat mutlak. Analisis psikologi akan membantu para pendidik memahami struktur psikologis anak didik dan kegiatan-kegiatannya, sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan secara efektif.
Lumsdaine (dalam Miarso, 2009: 111) berpendapat bahwa ilmu perilaku, khususnya teori belajar, merupakan ilmu yang utama untuk mengembangkan teknologi pembelajaran. Bahkan Deterline (dalam Miarso, 2009: 111) menyatakan bahwa teknologi pembelajaran merupakan aplikasi teknologi perilaku yaitu untuk menghasilkan perilaku tertentu secara sistematik guna keperluan pembelajaran.
Tujuan perilaku perlu ditetapkan terlebih dahulu sebelum mengembangkan pembelajaran agar dapat dijadikan bukti bahwa seseorang telah belajar. Tujuan perilaku ini merupakan ciri yang harus ada dalam setiap model pengembangan pembelajaran yang merupakan salah satu bentuk konsepsi teknologi pendidikan.
Pada akhir abad ke-19 ada dua aliran psikologi belajaryang sangat menonjol, yakni aliran behavioristik dan aliran kognitif atau teori komprehensif. Kedua aliran tersebut besar sekali pengaruhnya terhadap teori pengajaran. Bahkan bias dikatakan hampir semua pengajaran yang dilaksanakan saat ini dihasilkan dari kedua aliran psikologi belajar tersebut (Sudjana, 2008: 36)
Ada tiga teori belajar aliran behavioristik yang paling terkenal yaitu :
a.       Teori koneksionisme dari Thorndike,
Thorndike pada tahun 1901 dengan teori psikologi perkembangannya merupakan landasan pertama ke arah teknologi pembelajaran yang menyatakan tiga dalil utama :
                                             ·            Dalil latihan dan ulangan: makin sering diulang respons yang berasal dari stimulus tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan.
                                             ·            Dalil akibat: menyatakan prinsip hubungan senang tidak senang. Respons akan diperkuat bilamana diikuti oleh rasa senang, dan akan diperlemah bila diikuti rasa tidak senang.
                                             ·            Dalil kesiapan: karena perkembangan sistem syaraf maka unit perilaku tertentu akan lebih mudah dilakukan, dibandingkan dengan unit perilaku lain.
Menurut Saettler, kontribusi Thorndike dalam teknologi pembelajaran adalah dengan rumusannya tentang pinsip-prinsip:
§  Aktivitas diri,
§  Minat atau motivasi,
§  Kesiapan mental,
§  Individualisasi,
§  Sosialisasi.
Prinsip yang dikemukakan oleh Thorndike ini memang masih banyak dianut hingga kini, terutama dalam menentukan strategi belajar dan merancang produk pembelajaran.
b.      Teori kondisioning klasikal (Ivan Pavlov)
Teori kondisioning klasikal berpendapat bahwa tingkah laku dibentuk melalui pengaturan dan manipulasi stimulus dalam lingkungan. Proses pembentukan tingkah laku tersebut disebut proses pengkondisian. Dalam teori kondisioning klasikal, memberikan pancingan dan dorongan stimulus belajar merupakan factor penting agar dapat menimbulkan respons sehingga terjadi proses perubahan tingkah laku.
c.       Teori kondisioning operan (B. F. Skinner)
Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik. Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan.

2.      Implikasi Landasan  Psikologi dalam Pendidikan
2.1.Definisi dan prinsip perkembangan
Perkembangan adalah proses terjadinya perubahan pada manusia baik secara fisik maupun secara mental sejak berada di dalam kandungan  sampai manusia tersebut meninggal. Proses perkembangan pada manusia terjadi dikarenakan manusia mengalami kematangan dan proses belajar dari waktu ke waktu.
Kematangan adalah perubahan yang terjadi pada individu dikarenakan adanya pertumbuhan fisik dan biologis, misalnya seorang anak yang beranjak dewasa akan mengalami perubahan fisik dan mentalnya.
Sedangkan belajar adalah proses yang berkesinambungan  dari sebuah pengalaman yang akan membuat  individu berubah dari tidak tahu menjadi tahu ( kognitif ), dari tidak mau menjadi mau ( afektif ) dan dari tidak bisa menjadi bisa ( psikomotorik ), misalnya seorang anak yang belajar mengendarai sepeda akan terlebih dahulu diberi pengarahan oleh orang tuanya lalu anak tersebut mencoba untuk  mengendarai sepeda hingga menjadi bisa.
Proses kematangan dan belajar akan sangat menentukan kesiapan belajar pada seseorang, misalnya seseorang yang proses kematangan dan belajarnya baik akan memiliki kesiapan belajar yang jauh lebih baik dengan seseorang yang proses kematangan dan belajarnya buruk.
Manusia dalam perkembangannya mengalami perubahan dalam berbagai aspek yang ada pada manusia dan aspek-aspek tersebut saling berhubungan dan berkaitan. Aspek-aspek dalam perkembangan tersebut diantaranya adalah aspek fisik, mental, emosional, dan sosial.
Semua manusia pasti akan mengalami perkembangan dengan tingkat perkembangan yang berbeda, ada yang berkembang dengan cepat dan ada pula yang berkembang dengan lambat. Namun demikian dalam proses perkembangan terdapat nilai-nilai universal yang dimiliki oleh semua orang yaitu prinsip perkembangan .
Prinsip perkembangan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
ü  Perkembangan  terjadi terus menerus hingga manusia meninggal dunia,
ü  Kecepatan  perkembangan setiap individu berbeda-beda
ü  Semua aspek perkembangan saling berkaitan dan berhubungan satu sama lainnya
ü  Arah perkembangan individu dapat diprediksi
ü  Perkembangan terjadi secara bertahap dan tiap tahapan mempunyai karakteristik tertentu.
2.2.Pengaruh Hereditas dan Lingkungan Terhadap Perkembangan Individu
a.       Nativisme
Teori nativisme adalah teori yang berasumsi bahwa setiap individu dilahirkan kedunia  dengan membawa faktor-faktor turunan dari orang tuanya dan faktor tersebut yang menjadi faktor penentu perkembangan individu.
Tokoh teori ini adalah Schoupenhauer dan Arnold Gessel, implikasi teori nativisme terhadap pendidikan yaitu kurang memberikan kemungkinan bagi pendidik untuk mengubah kepribadian peserta didik.
b.      Empiris
Teori empiris adalah teori yang berasumsi bahwa setiap individu yang terlahir ke dunia adalah dalam kaeadaan bersih sedangkan faktor penentu perkembangan individu tersebut adalah lingkungan dan pengalaman.
Tokoh teori ini adalah John Lock dan J.B. Watson
“ Implikasinya teori empirisme terhadap pendidikan yaitu dapat memberikan kemungkinan sepenuhnya bagi pendidik untuk dapat membentuk kepribadian peserta didi”.
c.       Konvergensi
Teori konvergensi adalah teori yang berasumsi bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor keturunan dan faktor lingkungan serta pengalaman, atau dengan kata lain teori ini adalah gabungan dari teori empiris dan teori konvergensi.
Tokoh teori ini adalah Wiliam Stern dan Robert J Havighurst.
“ Implikasi teori konvergensi terhadap pendidikan yaitu dapat memberikan kemungkinan kepada pendidik untuk membentuk kepribadian individu sesuai yang diharapkan akan tetapi tetapa memperhatikan faktor-faktor hereditas yang ada pada individu”.

2.3.Tahapan dan Tugas Perkembangan Serta Implikasinya Terhadap Perlakuan Pendidik
Asumsi bahwa anak adalah orang dewasa dalam skala kecil ( anak adalah orang dewasa mini ) telah ditinggalkan orang sejak lama, sebagaimana kita maklumi bahwa masa anak-anak adalah suatu tahap yang berbeda dengan orang dewasa. Anak menjadi dewasa melalui suatu proses pertumbuhan bertahap mengenai keadaan fisik, social, emosional, moral dan mentalnya. Seraya mereka berkembang, mereka mempunyai cara-cara memahami bereaksi, dan mempresepsi yang sesuai dengan usianya. Inilah yang oleh ahli psikologi disebut tahap perkembangan.
Robert teori-perkembangan-kognitif-piaget membagi perkembangan individu menjadi 4 tahap, yaitu masa bayi dan masa kanak-kanak  kecil ( 0-6 tahun ), masa kanak-kanak ( 6-12 tahun ), masa remaja atau adolesen ( 12-18 tahun ), dan masa dewasa ( 18- …tahun ), selain itu havighurst mendeskripsikan tugas-tugas perkembangan ( development task ) yang harus diselesaikan pada setiap tahap perkembangan sebagai berikut :
1.      Tugas perkembangan Masa Bayi dan Kanak-kanak kecil ( 0-6 tahun )
Belajar berjalan, Belajar makan makanan yang padat, Belajar berbicara/berkata-kata, Belajar mengontrol pembuangan kotoran tubuh, Belajar tentang perbedaan kelamin dan kesopanan / kelakuan yang sesuai dengan jenis kelaminnya, Mencapai stabilitas fisiologis / jasmaniah, Pembentukan konsep sederhana tentang kenyataan social dan kenyataan fisik, Belajar berhubungan diri secara emosional dengan orang tua saudara dan orang lain, Belajar membedakan yang benar dan yang salah dan pengembangan kesadaran diri / kata hati
2.      Tugas perkembangan masa kanak-kanak ( 6-12 tahun ):
Belajar keterampilan fisik yang perlu untuk permainan sehari-hari, Pembentukan kesatuan sikap terhadap dirinya sebagai suatu organism yang tumbuh, Belajar bermain dengan teman-teman lainnya, Belajar memahami peranan-peranan kepriaan dan kewanitaan, Pengembangan kemahiran dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung, Pengembangan konsep-konsep yang perlu untuk kehidupan sehari-hari, Pengembangan kesadaran diri moralitas, dan suatu skala nilai-nilai, Pengembangan kebebasan pribadi, Pengembangan sikap-sikap terhadap kelompok social dan lembaga.
3.      Tugas perkembangan masa Remaja / Adolesen ( 12-18 ):
§  Mencapai peranan social dan hubungan yang lebih matang sebagai laki-laki / perempuan   serta kebebasan emosional orang tua.
§  Memperoleh jaminan kebebasan ekonomi dengan memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan,
§  Mempersiapkan diri untuk keluarga,
§  Mengembangkan kecakapan intelektual serta tingkah laku yang bertanggung jawab dalam masyarakat
4.      Tugas perkembangan pada masa Dewasa ( 18 – ….)
a.       Masa dewasa awal : Memilih pasangan hidup dan belajar hidup bersama. Memulai berkeluarga. Mulai menduduki suatu jabatan / pekerjaan.
b.      Masa dewasa tengah umur : Mencapai tanggung jawab social dan warga Negara yang dewasa. Membantu anak belasan tahun menjadi dewasa. Menghubungkan diri sendiri kepada suami/isteri sebagai suatu pribadi,. Menyesuaikan diri kepada orang tua yang semakin tua.
5.      Tugas perkembangan Usia Lanjut :
Menyesuaikan diri pada kekuatan dan kesehatan jasmani. Menyesuaikan diri pada saat pension dan pendapatan yang semakin berkurang. Menyesuaikan diri terhadap kematian, terutama banyak beribadah.
Dari uraian di atas, seorang pendidik dalam proses pebelajarannya harus memperhatikan tugas perkembangan pada setiap masa perkembangan anak. Dimulai dari perencanaan pembalajaran yang akan dilaksanakan sampai dengan penilaian akhir serta evaluasi pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari pemahaman akan tugas perkembangan peserta didik pada setiap masa perkembangannya.

2.4.Implikasi Perkembangan Individu terhadap perlakuan Pendidik ( Orang Dewasa ) yang diharapkan.
Sebagaimana dikemukakan Yelon dan Weinstei teori-perkembangan-kognitif-piaget. Implikasi perkembangan individu terhadap perlakuan pendidik ( orang dewasa ) yang diharapkan dalam rangka membantu menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya adalah sebagai berikut :
1.      Perlakuan pendidik ( orang dewasa ) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa kanak-kanak kecil :
Menyelenggarakan disiplin secara  lemah lembut secara konsisten. Menjaga keselamatan tanpa perlindungan yang berlebihan. Bercakap-cakap dan memberikan respon terhadap perkataan peserta didik. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif dan bereksplorasi. Menghargai hal-hal yang dapat dikerjakan peserta didik.
2.      Perlakuan pendidik ( orang dewasa ) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa prasekolah :
Memberikan tanggung jawab dan kebebasan kepada peserta didik secara berangsur-angsur dan terus menerus. Latihan harus ditekankan pada koordinasi: kecepatan, mengarahkan keseimbangan. Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peserta didik. Menyediakan benda-benda untuk diekplorasi. Memberikan kesempatan untuk berinteraksi ssosial dan kerja kelompok kecil. Menggunakan program aktif, seperti ; bernyanyi dengan bergerak. Memperbanyak aktivitas berbahasa seperti bercerita, mengklasifikasikan, diskusi masalah, dan membuat aturan-aturan.
3.      Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa kanak-kanak :
Menerima kebutuhan-kebutuhan akan kebebasan anak; dan menambah tanggung jawab anak. Mendorong pertemanan dengan menggunakan projek-projek dan permainan kelompok. Membangkitkan rasa ingin tahu. Secara konsisten mengupayakan disiplin yang tegas dan dapat dipahami. Menghadapkan anak pada gagasan-gagasan dan pandangan-pandangana baru. Bersaama-sama menciptakan aturan dan kejujuran. Memberikan contoh model hubungan social terbuka terhadap kritik.
4.      Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa remaja awal :
Memberikan kesempatan berolahraga secara tim dan perorangan, tetapi tidak mengutamakan tenaga fisik yang besar. Menerima makin dewasanya peserta didik. Memberikan tanggung jawab secara berangsur-angsur. Mendorong kebebasan dan tanggung jawab.
5.      Perlakuan pendidik ( orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada masa remaja akhir :
Menghargai pandangan-pandangan pessrta didik. Menerima kematangan peserta didik. Memberikan kesempatan luas kepada peserta didik untuk berolahraga dan bekerja secara cermat. Memberikan kesempatan yang luas untuk pendidikan karir. Menggunakan kerjasama kelompok untuk memecahkan masalah. Bekreasi bersama dan bersa-sama menegakan berbagai aturan.



Mata Kuliah     : Pembelajaran PKN di SD
Dosen                : Dirgantara Wicaksono

2 komentar: