Menu Bar

Sabtu, 23 Mei 2015

Teori Belajar Jerome Bruner

Jerome Bruner

Dalam memandang proses belajar, Brunner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut “(Free discovery learning)”. Ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siwa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Dengan kata lain, siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum untuk memahami konsep kejujuran, misalnya siswa pertama-tama tidak menghafal definisi kata kejujuran, tetapi mempelajari contoh-contoh konkret tentang kejujuran. Dari contoh-contoh itulah siswa dibimbing untuk mendefinisikan kata “kejujuran”.
     Kebalikan dari pendekatan ini disebut “Belajar Ekspositori” (belajar dengan cara menjelaskan). Siswa diberikan suatu informasi umum dan diminta untuk mencari contoh-contoh khusus dan kongkret yang dapat menggambarkan makna dari informasi tersebut, proses belajar ini berjalan secara deduktif. Keuntungan “belajar menemukan” adalah sebagai berikut.
a.       Menimbulkan rasa ingin tahu siswa, dapat memotivasi untuk menemukan jawaban-jawaban.
b.      Menimbulkan keterampilan memecahkan masalah serta mandiri dan mengharuskan siswa untuk menganalisa dan memanipulasi informasi.

     Teori-teori kognitif ini juga sarat akan kritik, terutama teori kognitif Piaget, karena sulit dipraktikkan khususnya di tingkat-tingkat lanjut. Selain itu beberapa konsep tertentu, seperti intelegensi, belajar atau pengetahuan yang mendasari teori ini sukar dipahami dan pemahaman itu sendiri pun masih belum tuntas.
     Selain itu Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
     Jadi dapat disimpulkan proses belajar menurut Bruner adalah suatu proses yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Teori belajar Bruner dikenal dengan teori Free Discovery learning.

§  Kelebihan Teori Belajar Bruner
-    Teori belajar Bruner dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah bermakna.
-    Pengetahuan yang diperoleh si belajar akan tertinggal lama dan mudah diingat.
-    Teori belajar Bruner sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab yang diinginkan dalam belajar agar si belajar dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang diterima.
-    Transfer dapat ditingkatkan di mana generalisasi telah ditemukan sendiri oleh si belajar daripada disajikan dalam bentuk jadi.
-    Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam menciptakan motivasi belajar.
-    Meningkatkan penalaran si belajar dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.

§  Kelemahan Teori Belajar Bruner
-    Teori belajar Bruner ini memerlukan kecerdasan anak yang tinggi. Bila kurang cerdas, hasilnya kurang efektif.
-    Teori belajar seperti ini memakan waktu cukup lama dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menyebabkan kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari.

§  Implementasi Teori Bruner Terhadap Pendidikan di Indonesia
Teori Bruner mempunyai ciri khas dari pada teori belajar yang lain yaitu tentang ”Discovery Learning” yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu, karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-pengulangan, maka desain yang berulang-ulang itu disebut ”kurikulum spiral”. Secara singkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali. Mungkin akan sulit diterapkan dan tidak cocok untuk diterapkan dalam pendidikan di Indonesia.


Mata Kuliah     : Pembelajaran PKN di SD
Dosen                : Dirgantara Wicaksono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar