Jerome Bruner
Dalam memandang proses belajar, Brunner
menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan
teorinya yang disebut “(Free discovery learning)”. Ia
mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siwa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan,
atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Dengan
kata lain, siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum
untuk memahami konsep kejujuran, misalnya siswa pertama-tama tidak menghafal
definisi kata kejujuran, tetapi mempelajari contoh-contoh konkret tentang
kejujuran. Dari contoh-contoh itulah siswa dibimbing untuk mendefinisikan kata
“kejujuran”.
Kebalikan
dari pendekatan ini disebut “Belajar Ekspositori” (belajar dengan cara
menjelaskan). Siswa diberikan suatu informasi umum dan diminta untuk mencari
contoh-contoh khusus dan kongkret yang dapat menggambarkan makna dari informasi
tersebut, proses belajar ini berjalan secara deduktif. Keuntungan “belajar
menemukan” adalah sebagai berikut.
a.
Menimbulkan rasa
ingin tahu siswa, dapat memotivasi untuk menemukan jawaban-jawaban.
b.
Menimbulkan
keterampilan memecahkan masalah serta mandiri dan mengharuskan siswa untuk
menganalisa dan memanipulasi informasi.
Teori-teori
kognitif ini juga sarat akan kritik, terutama teori kognitif Piaget, karena
sulit dipraktikkan khususnya di tingkat-tingkat lanjut. Selain itu beberapa
konsep tertentu, seperti intelegensi, belajar atau pengetahuan yang mendasari
teori ini sukar dipahami dan pemahaman itu sendiri pun masih belum tuntas.
Selain itu Bruner menganggap, bahwa belajar
itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu memperoleh informasi baru,
transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan
pengetahuan. Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar
akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan
atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap.
Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh
pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami,
mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk
baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu
untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau
tidak.
Jadi dapat disimpulkan proses belajar
menurut Bruner adalah suatu proses yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh
yang dijumpai dalam kehidupannya. Teori belajar Bruner dikenal dengan teori Free
Discovery learning.
§ Kelebihan Teori
Belajar Bruner
- Teori belajar Bruner dapat digunakan untuk menguji
apakah belajar sudah bermakna.
- Pengetahuan yang diperoleh si belajar akan
tertinggal lama dan mudah diingat.
- Teori belajar Bruner sangat diperlukan dalam
pemecahan masalah sebab yang diinginkan dalam belajar agar si belajar dapat
mendemonstrasikan pengetahuan yang diterima.
- Transfer dapat ditingkatkan di mana generalisasi
telah ditemukan sendiri oleh si belajar daripada disajikan dalam bentuk jadi.
- Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai
pengaruh dalam menciptakan motivasi belajar.
- Meningkatkan penalaran si belajar dan kemampuan
untuk berfikir secara bebas.
§ Kelemahan Teori
Belajar Bruner
- Teori belajar Bruner ini memerlukan kecerdasan anak
yang tinggi. Bila kurang cerdas, hasilnya kurang efektif.
- Teori belajar seperti ini memakan waktu cukup lama
dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menyebabkan kekacauan dan
kekaburan atas materi yang dipelajari.
§ Implementasi Teori Bruner Terhadap
Pendidikan di Indonesia
Teori Bruner
mempunyai ciri khas dari pada teori belajar yang lain yaitu tentang ”Discovery
Learning” yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu, karena
teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-pengulangan, maka desain yang
berulang-ulang itu disebut ”kurikulum spiral”. Secara singkat, kurikulum spiral
menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang
sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu
saat muncul kembali. Mungkin akan sulit diterapkan dan tidak cocok untuk
diterapkan dalam pendidikan di Indonesia.
Mata Kuliah : Pembelajaran PKN di SD
Dosen : Dirgantara Wicaksono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar